Sudah memasuki masa menopause dan sering kali mengalami periode migrain? Kedua hal ini sebenarnya dapat saling berkaitan, Moms. Saat menopause dan haid berhenti secara permanen, hormon estrogen di dalam tubuh berkurang secara alami. Adanya perubahan hormon ini dapat memicu migrain pada beberapa orang. Agar bisa mencegah migrain di masa menopause, simak beberapa hal ini, yuk!
Apa kaitan migrain dengan masa menopause?
Menurunnya tingkat hormon estrogen pada tubuh wanita bisa menyebabkan migrain. Hal ini serupa dengan di masa haid dan estrogen berkurang, lalu menyebabkan migrain. Lalu, saat hamil, umumnya migrain yang biasa dirasakan akan berkurang. Hal ini juga disebabkan adanya kenaikan hormon estrogen pada tubuh untuk mendukung perkembangan bayi. Maka, saat awal-awal menopause yang ditandai dengan rendahnya hormon estrogen pada tubuh, juga dapat memicu migrain.
Apa sensasi yang dirasakan saat migrain menopause?
Migrain umumnya dideskripsikan seperti sakit kepala luar biasa dan sering kali diiringi dengan kepala berdenyut. Migrain biasanya hanya muncul pada satu sisi kepala dan dapat menyebabkan mual, muntah, hingga lebih sensitif terhadap cahaya. Namun, migrain pada beberapa orang bisa berbeda-beda, hingga ke durasi periode migrain menopause, yaitu mulai dari beberapa jam hingga 2-3 hari. Selain itu, migrain dapat muncul didahului dengan semacam “aura” sebelum migrain menyerang atau tidak ada tanda awal sama sekali.
Bagaimana cara mengatasi migrain menopause?
Walaupun hal tersebut sering kali tak dapat dihindari, namun ada beberapa cara untuk mengatasi migrain saat menopause, seperti:
Jika sakit kepala sebelah atau migrain saat menopause tidak tertahankan, Moms dapat mengonsumsi obat pereda nyeri, seperti Paracetamol. Obat ini dapat mengurangi nyeri sakit kepala sebelah yang dirasakan sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Moms dapat menyediakan Paracetamol untuk pertolongan pertama dan mengonsumsinya sesuai takaran yang dianjurkan. Selain itu, Paracetamol umumnya juga aman dikonsumsi oleh siapa saja.
Konsumsi makanan dapat memberikan dampak besar terhadap migrain, khususnya di saat menopause. Namun, perlu diketahui bahwa setiap orang bisa berbeda-beda. Jadi, sebaiknya Moms mencatat dan menghindari makanan yang bisa memicu migrain.
Jika migrain yang disebabkan adanya perubahan hormon di masa menopause tidak kunjung membaik, dokter dapat menyarankan terapi hormon. Terapi ini dapat membantu menggantikan hormon yang hilang yang menjadi penyebab migrain.
Aktivitas fisik dapat membantu mengurangi penyebab migrain di masa menopause. Sebaiknya, lakukan olahraga ringan setidaknya 30 menit, 3-4 kali seminggu. Berjalan kaki santai di sekitar rumah sambil melihat pemandangan indah juga bisa membantu mengurangi tingkat stres.
Jika Moms atau keluarga sudah memasuki masa menopause dan mengalami migrain yang cukup sering, jangan lupa untuk memeriksakannya ke dokter. Dengan begitu, Moms dan keluarga bisa mendapatkan pertolongan medis yang bisa meredakan migrain di masa menopause sekaligus mengetahui hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi intensitasnya. Semoga sehat selalu!